SOROTAN

6/recent/ticker-posts

Jelang Ramadhan, Lingkungan Cungking Banyuwangi Gelar Tradisi Resik Lawon

Masyarakat lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi masih pegang erat tradisi leluhur. Setiap sebelum memasuki bulan Ramadhan, mereka menggelar tradisi Resik Lawon. (05/03).

Tradisi resik lawon petilasan Buyut Cungking Banyuwangi
foto: dok. istimewa

Tradisi rutinan ini dilaksanakan oleh warga setempat dengan membersihkan kain penutup petilasan Ki Wongso Karyo dengan panjang 110,75 meter.


Resik Lawon merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti membersihkan kain mori atau kain kafan.


Acara ini rutin digelar di Petilasan Ki Wongso Karyo atau biasa disebut dengan Buyut Cungking. Ritual Resik Lawon ini diikuti para keturunan dari Buyut Cungking dan warga sekitar.


Juru pelihara petilasan Buyut Cungking, Jam'i menuturkan, konon ritual yang sudah dilakukan selama ratusan tahun secara turun temurun itu digelar mendekati bulan Ramadhan untuk membersihkan diri.


"Tradisi rutin ini kami lakukan bersama-sama warga lingkungan Cungking. Yang dilakukan warga yaitu membersihkan kain penutup petilasan berupa Lawon atau kafan". ungkap Jam'i.


Jam'i menceritakan, sedari pagi masyarakat yang mengikuti ritual tersebut membersihkan petilasan Ki Buyut Cungking dari debu dan kotoran. Kemudian, kain putih yang menutup cungkup makam dan kelambu yang ada di sekitarnya dilepas dan dilipat dan dimasukkan kedalam besek besar untuk dicuci di Dam Krambatan, Banyu Gulung.


Setelah kain lawon dicuci hingga bersih, warga kembali membawanya ke balai tajuk yang ada di lingkungan Cungking. Di sana, kain kembali dibilas dengan air bersih yang sudah ditaburi bunga tujuh rupa.


"Sesudah dibilas menggunakan bunga tujuh rupa, kain lawon ini dijemur di jalan lingkungan Cungking dengan menggunakan tali tambang diikat dengan bambu tinggi empat meter. Ini merupakan puncak dari ritual resik lawon, sebelum kain-kain putih itu nantinya kembali di pasang di petilasan," imbuh Jam'i.


Prosesi ritual ini keseluruhan dilakukan oleh laki-laki, sedangkan para perempuan menyiapkan hidangan makanan untuk disajikan kepada tamu-tamu yang datang ke Balai Tajuk.


Sewaktu menjemur kain putih itu tidak boleh jatuh dan terkena tanah. Hal ini karena dipercaya akan berimbas kepada kondisi tertentu.


Untuk kain lawon yang sudah rusak, langsung diganti yang baru. Kemudian dipasang kembali sebagai kelambu di pondok petilasan Ki Buyut Cungking di lingkungan pemakaman Lingkungan Cungking.